KUBET – Nyaring Bunyi Peluit Juru Parkir Minimarket, Menagih Janji Pramono Pungli Jalan

Liputan6.com, Jakarta – Jakarta terus bergulat dengan masalah klasik: Parkir Liar. Di tengah terus bertambahnya jumlah kendaraan, ketersediaan lahan parkir tak sebanding. Akibatnya, banyak kendaraan terpaksa diparkir di pinggir jalan, bahkan di atas trotoar. Kondisi ini menjadi lahan subur bagi juru parkir liar yang kerap mematok tarif semaunya.

Kasus terbaru terjadi di kawasan Tanah Abang. Seorang pengendara memviralkan pengalaman buruknya dipalak Rp60 ribu oleh tukang parkir liar. Jeritan itu pun terdengar hingga ke Balai Kota. Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, langsung merespons.

Namun, alih-alih menyalahkan organisasi masyarakat (ormas) yang kerap dikaitkan dengan pengelolaan parkir liar, Pramono menekankan pentingnya reformasi sistem parkir itu sendiri.

“Parkir liar yang akan diperbaiki bukan apakah dengan ormas atau tidak. Saya minta diperbaiki pertama adalah sistemnya. Tidak bisa lagi tidak digitalisasi. Harus digitalisasi, itu bisa diterapkan,” tegas Pramono saat ditemui pekan lalu di Jakarta.

Pramono ingin seluruh transaksi parkir dilakukan secara nontunai alias cashless. Menurutnya, hanya dengan sistem digital yang transparan, pungutan liar bisa ditekan.

“Kalau sistem sudah mengatur, maka siapa pun yang bekerja sama, termasuk ormas, tetap dalam pengawasan. Kalau ada pembagian keuntungan, ya transparan, terbuka, bisa diakses siapa pun,” lanjutnya.

Landasan hukum soal parkir sebenarnya sudah jelas. Berdasarkan Perda Nomor 8 Tahun 2007, Pasal 10 dan Pasal 11 menegaskan bahwa hanya pihak yang mendapat izin dari gubernur atau pejabat berwenang yang berhak memungut tarif parkir di tempat umum.

Dengan demikian, bila ormas memiliki izin resmi, maka keberadaannya tak melanggar aturan. Masalah muncul ketika pengelolaan dilakukan tanpa izin dan tanpa sistem akuntabel.

2 dari 4 halaman

Konsesi Ormas: Warisan Politik Masa Lalu?

Pengamat transportasi Djoko Setijowarno menyebut fenomena parkir liar tak lepas dari kebijakan masa lalu. Menurutnya, pada era Gubernur Anies Baswedan, konsesi pengelolaan parkir diberikan kepada ormas sebagai bentuk balas jasa politik.

“Di Jakarta itu banyak parkir yang uangnya tidak masuk ke kas pemda, tapi ke ormas. Dulu zamannya Anies banyak konsesi kayak gitu. Untuk bantu pemilihan, lalu konsesinya penguasaan parkir. Tidak hanya di Jakarta, di daerah juga sama,” kata Djoko yang juga dosen Teknik Sipil Unika Soegijapranata.

Dia berharap, Gubernur Pramono bisa mengambil langkah revolusioner, seperti yang dilakukan Ignasius Jonan saat membenahi PT KAI.

“Belajar dari PT KAI, itu bisa ditiru,” sarannya.

Fakta lainnya, potensi parkir Jakarta masih jauh dari maksimal. Data Unit Pengelola Perparkiran Dinas Perhubungan DKI Jakarta mencatat fluktuasi pendapatan sejak 2014. Pada 2014, pendapatan hanya Rp26,7 miliar dan mencapai puncaknya Rp107 miliar pada 2017, namun kembali menurun dan stagnan di kisaran Rp50-57 miliar dalam lima tahun terakhir.

Anggota Pansus Perparkiran DPRD DKI Jakarta, Muhamad Taufik Zoelkifli, menilai PAD dari parkir seharusnya bisa mencapai Rp600 miliar per tahun.

“Yang tercatat baru sekitar Rp33 miliar, jadi hanya 5 persen dari potensi yang seharusnya bisa masuk,” ujarnya.

Taufik menyoroti banyaknya lokasi parkir resmi yang tak dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Alat parkir ada, namun tak digunakan. Justru, yang muncul juru parkir liar.

“Nah ini yang sedang kita benahi lewat Pansus Perparkiran,” tegas dia.

 

 

3 dari 4 halaman

Siapa Berwenang Kelola Parkir Minimarket ?

Selain itu, Taufik juga menyebut ada persoalan lain yang harus diperhatikaan pemerintah, yaitu keresahan warga yang merasa dipalak saat hanya mampir sebentar, hal ini sangat beralasan.

“Itu kan orang cuma datang dua menit. Tapi jadi tanggung jawab minimarket karena itu “rumah” dia,” kata dia.

Namun ia tak menampik, pengelola minimarket sering kali tak berdaya. Banyak juru parkir liar ‘bernaung’ di bawah pihak-pihak kuat. Taufik menyarankan agar pengelolaan parkir di minimarket diserahkan ke Unit Pengelola Perparkiran.

“Apakah bisa sebuah minimarket membisniskan selain dari jualan? Kalau bisa, nanti kita atur apakah masuk on-street atau off-street. Kalau on-street, petugas resmi yang jaga. Kalau off-street, mereka bisa atur sendiri,” jelasnya.

Lantas, siapa yang bertanggung jawab menindak parkir liar? Kepala Satpol PP DKI Jakarta, Satriadi Gunawan, menyebut pihaknya hanya bertugas mendampingi, bukan menertibkan langsung. Penindakan menjadi ranah Dinas Perhubungan.

“Satpol PP bisa masuk ke penataan trotoar, tapi urusan parkir di trotoar itu domainnya Dishub,” ujar Satriadi.

 

 

4 dari 4 halaman

Kucing-kucingan Petugas vs Juru Parkir Liar

Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan, Syafrin Liputo, mengakui upaya penertiban parkir liar selalu menghadapi ‘permainan kucing-kucingan’.

“Ketika tidak ada petugas, mereka muncul. Begitu petugas datang, mereka menghilang,” ungkap Syafrin.

Ia pun mengimbau masyarakat agar tidak tertipu dan menolak parkir di lokasi yang dilarang, meskipun diarahkan oleh seseorang yang mengaku juru parkir.

“Kalau ada yang menyuruh parkir di tempat terlarang, itu pasti juru parkir liar. Jangan diikuti,” tandasnya.

 

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *